Penggalan percakapan ini adalah percakapan antara saya dengan seorang tukang tambal ban di pinggir jalan.
Saya: “Pak tolong tambal ban motor saya, barusan kena paku besar.”
Tukang tambal ban: “Coba saya lihat Dek.” (Tukang tambal ban membuka ban motor saya, kemudian memompa, dan memeriksa kebocoran pada ban dalam.)
(Setelah ketemu letak bocornya, kemudian si tukang tambal ban mengampelas ban dalam, memberi lem, menempel bahan tambalan, dan memanggang tambalan ban.)
Saya: “Sudah lama nambal ban Pak?”
Tukang tambal ban: “Kira-kira dua tahun Dek.”
Saya: “Lama juga ya Pak. Memang dulu belajar nambal ban dimana Pak?”
Tukang tambal ban: “Ooo itu. Dulu saya bekerja di bengkel di pertigaan jalan itu dek.” (Si tukang tambal ban menunjuk pertigaan jalan, sekitar 100 meter di depan.)
Tukang tambal ban: “Cuma masuknya kadang-kadang, tidak setiap hari. Jadi tergantung panggilan dari pemilik bengkel saja.”
Saya: “Begitu ya Pak. Repot juga ya? Terus bagaimana ceritanya Bapak bisa buka bengkel tambal ban sendiri?”
Kemudian tukang tambal ban tersebut bercerita:
“Dulu saat masih bekerja di bengkel itu, saya belajar bagaimana cara menambal ban dari pemilik bengkel. Dari situ saya tahu bagaimana menambal ban dan dimana mendapatkan bahan-bahan untuk menambal ban.
Karena masuknya kadang-kadang saja dan penghasilan saya tergantung dari jumlah menambal ban, ya tidak cukup untuk hidup sehari-hari.
Setelah cukup trampil menambal ban, saya memutusakan untuk keluar dari bengkel tersebut.
Waktu mulai saya tidak punya apa-apa Dek. Karena gak ada modal untuk membeli piranti dan bahan menambal ban, maka saya mulai mengumpulkan kertas dan kardus bekas. Saya mendapatkannya dari tempat sampah orang dan kadang-kadang saya pungut dari pinggir jalan. Nah, setelah terkumpul saya jual ke pengumpul kertas bekas. Uangnya sebagian saya gunakan untuk makan dan sebagian saya belikan kunci-kunci pas yang seharga sepuluh ribu rupiah tiga buah. Saya juga membeli bahan tambal dari uang hasil menjual kertas bekas itu. Alat untuk menambal ini saya pesan sama tukang las disebelah, harganya tiga puluh ribu. Diangsur tiga kali. Sedang pompa tangan waktu itu saya pinjam dari tetangga.
Setelah itu saya membuka tambal ban di sini.
Setelah sukses, baru saya beli kunci-kunci pas yang lebih bagus dan bisa membeli pompa tangan sendiri. Alhamdulillah, sekarang saya bisa memberi makan keluarga saya sehari-hari dengan lancar.
Saya: “Wah hebat juga Bapak ini. Pak, sudah matang tuch tambalan bannya.”
(Tukang tambal ban membukan bungkus tambalan ban, memasukkan ban dalam, dan memompa ban motor Saya dengan pompa tangannya.)
Pelajaran yang saya dapat dari percakapan sambil menunggu menambal ini adalah:
- Saat kita bekerja pada orang lain, jangan malas bekerja dan jangan terlalu memikirkan penghasilan. Ambil semua ilmu yang berkaitan dengan pekerjaan yang kita lakukan dengan sebaik-baiknya. Karena dari situ kita akan tahu pekerjaan yang baik yang seperti apa. Dan kita harus tahu cara, alat, dan bahan apa saja yang harus kita miliki untuk melakukan pekerjaan kita dengan baik. Jangan lupa memupuk kompetensi kita. Saya malah pernah diketawai bahkan diledek hanya karena saya menanyakan bagaimana cara-cara mendirikan sebuah PT, padahal saya bekerja sebagai pengajar di bidang teknologi informasi.
- Jangan berlama-lama dalam pekerjaan itu. Apapun alasannya! entah penghasilannya tidak mencukupi, takut tidak dapat pekerjaan lain, idealisme yang berlebihan terhadap perusahaanatau setia terhadap jargon-jargon yang didengungkan perusahaan. Yakinlah rezeki kita sudah dijamin oleh Pencipta kita. Bekerja di luar perusahaan tempat kita bekerja sekarang sangat mungkin lebih baik kondisinya. Lagi pula kalau perusahaan tempat kerja Anda sekarang tidak mau merespons atau bahkan cenderung mengabaikan ide-ide membangun Anda. Karena sangat sering pegawai yang punya ide-ide membangun dan bisa bekerja mandiri, malah mendapat posisi sulit di perusahaan. Dianggap pembangkang, provokator, dan julukan-julukan miring lainnya. Sekali lagi jangan berlama-lama dalam pekerjaan Anda sekarang. Karena kalau itu terjadi, berarti Anda tidak berkembang!
- Jangan pernah berpikir kalau membuat sebuah usaha perlu modal yang besar. Mulailah dengan apa yang ada, tapi jangan kehilangan arah.
- Jangan pernah menghabiskan hasil usaha Anda untuk kebutuhan konsumtif saja. Sisihkan sebagian untuk membeli alat dan bahan untuk menjalankan usaha Anda. Pengalaman Saya, jumlah 20%-30% dari nilai bersih pendapatan sudah sangat bagus. Kalau toh belum terpakai simpan uangnya.
- Membeli bahan atau alat usaha tidak harus ada dulu uangnya, karena kita bisa minta pada supplier untuk membayar di belakang.
- Cobalah berpikir bebas. Karena menurut pola pikir umum, seharusnya Bapak tukang tambal ban tersebut bekerja agak lama dan menabung dari hasil kerjanya untuk membeli alat dan bahan usaha. Tapi kalau itu yang dikerjakan, sangat tidak mungkin. Karena hasil kerjanya tidak cukup untuk hidup sehari-hari.
Semoga bermanfaat bagi pembaca.
E.O.PoV